Sebanyak 102 item atau buku ditemukan

Wewenang Mahkamah Konstitusi & Implikasinya dalam Sistem Ketatanegaraan RI

Mahkamah Konstitusi (MK) adalah lembaga tinggi negara dalam sistem ketatanegaraan Indonesia yang merupakan pemegang kekuasaan kehakiman bersama-sama dengan Mahkamah Agung. Keberadaan MK dirasa sangat penting dan strategis karena MK berupaya mengawal konstitusi agar dilaksanakan dan dihormati keberadaannya. Selain itu, MK mempunyai dasar legitimasi, juga memiliki landasan yang kuat dan sangat dibutuhkan dalam sistem ketatanegaraan. Pada dasarnya dalam proses pembentukan Mahkamah Konstitusi di Indonesia tidak terlepas dari kajian pemikiran dari segi politis-sosiologis, yuridis dan filosofis, serta historis. Dilihat dari aspek kelembagaannya, Mahkamah Konstutusi berbeda dengan lembaga negara lainnya. Mahkamah Konstitusi di samping sebagai “lembaga negara”, juga sebagai “lembaga UUD 1945”. Sebagai lembaga negara, artinya lembaga yang harus dimiliki oleh setiap negara agar negara tersebut disebut negara demokratis dan negara hukum. Sedangkan sebagai “Lembaga UUD 1945”, artinya Mahkamah Konstitusi sebagai komponen konstitusi yang harus dimasukkan ke dalam setiap UUD dalam suatu negara karena merupakan tiang atau penyangga utama dari suatu yang namanya UUD. Dalam wacana pembahasan tentang wewenang Mahkamah Konstitusi, terlebih dahulu harus memperhatikan tentang bagaimana kedudukan Mahkamah Konstitusi dalam sistem ketatanegaraan kita dan bagaimana landasan Mahkamah Konstitusi dalam UUD 1945, serta apa saja yang menjadi wewenangnya. Adapun wewenang utama Mahkamah Konstitusi adalah menguji undang-undang dan menyelesaikan sengketa antara lembaga negara. Tugas dan wewenangnya ini perlu dikaji melalui pengaturan perundang-undangan dalam sistem hukum positif di Indonesia. Materi dalam buku ini yang juga digagas dari hasil penelitian, dibahas dengan detail bagaimana legitimasi teori konstitusi atas perubahan Undang-Undang Dasar 1945 terhadap kekuasaan kehakiman; dasar teoretis dan yuridis kewenangan MK, termasuk di dalamnya perbandingan wewenang menguji dan lembaga yang melakukan pengujian di beberapa negara, seperti Amerika, Prancis, Jerman, dan Korea Selatan. Dibahas pula kekuasaan kehakiman oleh Mahkamah Konstitusi di Indonesia. Hal ini semua memberikan pemahaman yang komprehensif mengenai bagaimana wewenang MK dalam sistem ketatanegaraan di Indonesia.

Sejarah perjalanan sembilan hakim Konstitusi memberi warna ketatanegaraan
Indonesia dengan mengabulkan permohonan untuk menguji Undang-Undang
Nomor 14 Tahun ... Penyiaran 27-12-2002Ikatan Jurnalis Televisi Indonesia 6.

Politik Hukum Dalam Sistem Ketatanegaraan Indonesia

Buku ini dimaksudkan untuk memudahkan memahami pergulatan antara hukum dan politik yang senantiasa saling memengaruhi. Kehidupan berdemokrasi tidak dapat diartikan berdiri sendiri, akan tetapi harus dituntun oleh konstitusi. Dengan kata lain, kehidupan berbangsa dan bernegara didasari oleh demokrasi yang konstitusional dan sebaliknya penyelenggaraan konstitusi yang demokratis. Negara merupakan organisasi kekuasaan, karena di dalam negara selalu kita jumpai pusat-pusat kekuasaan, baik dalam suprastruktur (terjelma dalam lembaga politik dan lembaga negara) dan infrastruktur yang meliputi partai politik, golongan kepentingan, golongan penekanan, alat komunikasi politik, dan tokoh politik. Negara sebagai hasil kontrak sosial dan kontrak politik, harus mampu mengemban amanat konstitusi agar penyelenggaraan negara dan pemerintahan dapat dikonstitusionalisasikan ke dalam nilai-nilai konstitusi dan Pancasila sebagai fondasi bernegara. Penyelenggaraan negara dan pemerintahan Indonesia dapat terselenggara dengan baik dan benar, jika memiliki arah dan tujuan yang benar berdasarkan prinsip dan asas bernegaranya, yaitu UUD RI Tahun 1945 (UUD Proklamasi) dan Pancasila. Arah politik hukum Indonesia akan jelas dan terarah menuju tujuan Indonesia sejahtera dan bahagia, berkeadilan dan bermartabat tergantung kepada spirit negara dan pemerintah dalam menggerakkan haluan “kapal Indonesia” ini berdasarkan kompas konstitusi dan Pancasila. Semoga niat dan maksud tulisan dalam buku ini berkenan di hati pembaca sekalian. Kiranya Tuhan Yang Maha esa, Allah Subhanahu wata’ala memberikan petunjuk kebenaran dan pencerahan kepada kita semua. Amiin. Terima kasih. Penulis, Mirza Nasution

Kiranya Tuhan Yang Maha esa, Allah Subhanahu wata’ala memberikan petunjuk kebenaran dan pencerahan kepada kita semua. Amiin. Terima kasih. Penulis, Mirza Nasution

Hukum Pembuktian dalam Beracara Pidana, Perdata, dan Korupsi di Indonesia

Dalam buku ini yang berjudul Edisi Revisi Hukum Pembuktian dalam Beracara Pidana, Perdata dan Korupsi dikupas tahap demi tahap secaramendalam kasusnya mengenai proses pemeriksaan perkara pidana mulai di tingkat penyidikan sampai ke tingkat persidangan, tidak hanya dengan menggunakan pisau analisis yuridis normatif tetapi juga pisau yuridis empiris yang tidak dapat dipisahkan dalam keadaan realitas sosial yang ada di dalam praktik beracara. Penulis menghadirkan proses peradilan pidana tidak hanya sebuah konsep hukum saja, tetapi lebih dari itu. Buku ini sangat berguna dan dapat dibaca oleh anggota kepolisian, mahasiswa, penasihat hukum, dan masyarakat umum yang mencari keadilan. Irjenpol. Prof. Koesparmono Irsan, S.IK., S.H., M.M., MBA. (Guru besar Universitas Bhayangkara Jakarta Raya dan PTIK) Buku ini sangat bermanfaat untuk dibaca tidak saja bagi kalangan akademisi, tetapi juga para praktisi dan mahasiswa yang ingin memahami secara mendalam hukum beracara secara utuh. Penulis juga mencoba memaparkan dalam kemasan yang berbeda dengan cara membandingkan berbagai pendekatan dari sudut pandang ilmiah yang terdapat dalam praktik beracara, baik di tingkat penyidikan maupun di tingkat peradilan yang banyak kita temukan kejanggalan dalam memeriksa tersangka ataupun terdakwa serta penggugat dan tergugat. Dr.(C) Yoyon Darusman, S.H., M.M. (Dekan Fakultas Hukum Universitas Pamulang). - RAIH ASA SUKSES -

Hal ini berbeda dengan pengakuan dalam hukum acara perdata, yang
merupakan alat bukti sempurna. ... yang berlandaskan dan dijiwai oleh
Pancasila dan UUD 1945, memang sudah lama dinanti-nantikan oleh seluruh
rakyat Indonesia.

Tafsir Konstitusi Berbagai Aspek Hukum

Untuk mempertajam pendalaman, "tafsir konstitusi" dalam buku ini memuat isu-isu klasik seperti konvergensi/titik singgung antara Islam dan Pancasila; relasi antara etika, keadilan, dan hak asasi manusia (HAM); dan diskursus RUU Keistimewaan Yogyakarta. Juga tentang dua lembaga negara dalam rumpun kekuasaan kehakiman yang diintrodusir oleh UUD 1945, yakni Komisi Yudisial (KY) dan Mahkamah Konstitusi (MK). -PrenadaMedia-

independen atau merdeka, istilah mandiri artinya berada di bawah atap sendiri
tidak berada di bawah atap departemen atau badan lain. Adapun independen
atau merdeka berarti di dalam memutus perkara seperti dilaksanakan dengan ...

Doktrin-Doktrin Modern dalam Corporate Law & Eksistensinya dalam Hukum Indonesia

Setelah Indonesia ke luar dari belenggu KUHD, khususnya yang berkenaan dengan perseroan terbatas, yakni dengan lahirnya Undang-Undang Perseroan Terbatas maka cakrawala hukum perusahaan di Indonesia menjadi terbuka dan bersifat open ended. Sebab, Undang-Undang Perseroan Terbatas memang sangat toleran dan welcome terhadap doktrin-doktrin modern dalam corporate law. Karena itu, sangat menarik apabila kita telaah bagaimana doktrin-doktrin modern tersebut, yang sebagian besar telah malang-melintang di berbagai negara dan menghiasi berbagai literatur hukum, diakui eksistensinya dalam hukum Indonesia. Di lain pihak, karena perkembangan teori dan praktik bisnis yang begitu pesat, sebenarnya secara conditio sine qua non, terlepas dari ada atau tidaknya Undang-Undang Perseroan Terbatas, Indonesia memang sangat membutuhkan penerapan doktrin-doktrin modern dalam hukumnya, khususnya yang bekenaan dengan hukum bisnis termasuk hukum perseroan. Buku ini membahas doktrin-doktrin modern yang cukup canggih, yang ditinjau dari segi struktural yuridis dan konsepsi aplikatifnya dalam sistem hukum Indonesia. Doktrin-doktrin modern yang ditinjau tersebut adalah semacam doktrin Piercing the Corporate Veil, Fiduciary Duty, Derivative Action, Ultra Vires, Promotor's Liability, Business Judgement Rule, Self Dealing, dan Corporate Opportunities. Ternyata, sampai batas-batas tertentu doktrin tersebut dapat diberlakukan dalam hukum Indonesia meskipun banyak akselerasi, adaptasi, dan inovasi yuridis yang masih harus dilakukan, dan ini merupakan tugas kita semua sebagai anak bangsa.

Setelah Indonesia ke luar dari belenggu KUHD, khususnya yang berkenaan dengan perseroan terbatas, yakni dengan lahirnya Undang-Undang Perseroan Terbatas maka cakrawala hukum perusahaan di Indonesia menjadi terbuka dan bersifat open ended.

Hukum Perusahaan dalam Paradigma Hukum Bisnis (Berdasarkan UU Nomor 40 Tahun 2007)

Banyak kalangan yang sangat antusias untuk mengetahui bagaimana konsep-konsep yuridis dalam Undang-Undang Nomor 40 Tahun 2007 tentang Perseroan Terbatas dilaksanakan dalam praktik bisnis sehari-hari. Ini merupakan ruang lingkup hukum perusahaan (corporate law), tetapi dalam paradigma hukum bisnis (business law). Fenomena lain sebagai akibat perkembangan ilmu dan teknologi di bidang bisnis dalam nuansa perkembangan arus globalisasi, reformasi, dan perdagangan bebas yang sangat cepat itu, maka perkembangan praktik hukum perusahaan itu juga sangat cepat melaju. Dengan demikian, sektor hukum tertatih-tatih tertinggal di belakang dalam mengejar perkembangan tersebut. Konsekuensinya, memang sektor hukum, khususnya hukum perusahaan dan hukum bisnis saat ini tidak hanya harus angkat bicara, bahkan harus berteriak lantang. Lalu, apakah message ini telah dilakukan oleh hukum. Dan bagaimana hasilnya dalam kenyataan? Hal-hal seperti itulah yang dicobalukiskan dalam buku ini secara ilmiah dan praktis sekaligus sehingga akan sangat bermanfaat, baik bagi kalangan akademisi dan mahasiswa maupun bagi pihak praktisi hukum dan bisnis.

Banyak kalangan yang sangat antusias untuk mengetahui bagaimana konsep-konsep yuridis dalam Undang-Undang Nomor 40 Tahun 2007 tentang Perseroan Terbatas dilaksanakan dalam praktik bisnis sehari-hari.

Penelitian Hukum Non-Doktrinal Trend Penggunaan Metode & Teknik Penelitian Sosial di Bidang Hukum

Pada serial sebelumnya, telah disinggung tentang adanya trend pada berbagai fakultas dan atau program studi hukum, baik Strata I maupun Pascasarjana, kecenderungan melakukan pendekatan nondoktrinal terhadap hukum dalam rangka penyelesaian studi mahasiswanya. Hanya saja, bahwa proposal-proposal tersebut seringkali tidak jelas pendekatan apa yang digunakan, bahkan terkesan seperti ramuan “gado-gado”, meskipun pada akhirnya si penyusun tetap saja akan bergelar “Sarjana Hukum”, “Magister Hukum”, atau pun “Doktor Ilmu Hukum”, tentu saja (jangan hanya) karena yang bersangkutan memang terdaftar sebagai mahasiswa pada fakultas/program studi hukum. Idealnya, seorang “Sarjana Hukum”, seharusnya memiliki karakteristik ilmu pengetahuan, kemampuan, termasuk melakukan penelitian yang memang dapat dipertanggungjawabkan sebagai sebuah hasil penelitian hukum. Meskipun demikian, tentu saja teramat sulit menjauhi pendekatan yang bersifat non-doktrinal, karena ilmu hukum, apalagi praktik hukum yang semakin tidak otonom. Di samping itu, berbagai kelemahan hukum (perundang-undangan) semakin memperlihatkan urgensi pendekatan non-doktrinal dalam rangka pembangunan sistem hukum nasional. Buku ini sungguh masih jauh dari kesempurnaan, tetapi paling tidak diharapkan membantu mahasiswa untuk memahami beberapa pembeda utama antara penekatan doktrinal (baca buku: Penelitian Hukum Doktrinal) dengan isi buku ini. Oleh karena itu, saran dan koreksi dari sidang pembaca, akan sangat bermanfaat.

Analisis Data Penelitian Kualitatif. RajaGrafindo Persada, Jakarta. Fred N.
Kerlinger, 998. Asas-asas Penelitian Behavioral. Gadjahmada University Press,
Yogyakarta. Hadari Nawawi, 1995. Metode Penelitian Sosial. Gadjah Mada
University Press, Yogyakarta. I Gusti Ngurah Agung, 1992. Metode Penelitian
Sosial (Pengertian dan Pemaknaan Praktis). Gramedia Pustaka Utama, Jakarta.
Lexy J. Moleong, 1994. Metodolgi Penelitian Kualitatif. Remaja Rosdakarya,
Bandung.

Implikasi Pembatasan Kompetensi Absolut Peradilan Tata Usaha Negara

Pada prinsipnya kekuasaan kehakiman dilakukan oleh sebuah Mahkamah Agung dan badan peradilan yang ada di bawahnya, dalam lingkungan Peradilan Umum, Peradilan Agama, Peradilan Militer, Peradilan Tata Usaha Negara, dan sebuah Mahkamah Konstitusi. Hal tersebut secara tegas diatur dalam Undang-Undang Dasar 1945, baik sebelum maupun sesudah diamandemen. Keberadaan kekuasaan kehakiman menunjukkan bahwa negara Indonesia sebagai negara hukum (rechtsstaat). Pasal 1 ayat (3) Perubahan Undang-Undang Dasar 1945, menyatakan bahwa negara Indonesia adalah negara hukum. Salah satu syarat dari negara hukum adalah perlu adanya Peradilan Tata Usaha Negara. Untuk mewujudkan hadir Peradilan Tata Usaha Negara, maka pada tanggal 29 Desember 1986 Presiden mensahkan Undang-Undang Nomor 5 Tahun 1986 tentang Peradilan Tata Usaha Negara. Kemudian, pada tanggal 29 Maret 2004 disempurnakan dengan Undang-Undang Nomor 9 Tahun 2004 tentang Perubahan atas Undang-Undang Nomor 5 Tahun 1986 tentang Peradilan Tata Usaha Negara. Dalam perubahan tersebut tidak semua pasal diubah. Bahkan, pasal-pasal yang mengatur tentang kompetensi Peradilan Tata Usaha Negara tetap dipertahankan dan masih tetap berlaku. Undang-Undang Peradilan Tata Usaha Negara, memberikan kompetensi absolut kepada Peradilan Tata Usaha Negara untuk mengontrol tindakan pemerintah dan menyelesaikan, memeriksa, serta memutus sengketa Tata Usaha Negara.

Di dalam formulir penetapan pengabulan penundaan yang dilakukan oleh ketua
tersebut ditambahkan anak kalimat: "kecuali ada penetapan lain di kemudian
hari". 3. Cara penyampaian penetapan penundaan tersebut, mengingat sifatnya
 ...

Mengungkap Rahasia Al-Quaran

... Penerjemah Buku II: Kamaluddin Marzuki Anwar dan A. Qurtubi Hassan
Penyunting: Muhammad Bagir Hak terjemahan dilindungi undang-undang Ali
rights reserved Buku I: Cetakan I, Ramadhan 1416/Agustus 1995 Buku II:
Cetakan I, Jumada Al-Tsaniyah 1406/Maret 1986 Edisi Two in One: Cetakan I,
Jumada Al-Awwal 1430/April 2009 Diterbitkan oleh Penerbit Mizan PT Mizan
Pustaka Anggota IKAPI Jin. Cinambo No. 135 (Cisaranten Wetan), Ujungberung,
Bandung 40294 Telp.

Penerapan Lembaga Dwangsom (Uang Paksa)

di Lingkungan Peradilan Agama

Satu di antara persoalan penting terkait dengan putusan pengadilan adalah mengenai tuntutan dwangsom (uang paksa). Meskipun tuntutan dwangsom hanya bersifat tambahan (accesoir) bagi hukuman pokok. Namun hakim dalam memeriksa, mengadili, dan memutus tuntutan tetap dituntut kesungguhan dan kehati-hatian. Hal tersebut dilakukan agar kepentingan hukum yang ingin dicapai dari penerapan lembaga dwangsom dapat terwujud hingga benar-benar bermanfaat bagi penyelesaian perkara bersangkutan. Sejauh ini, penerapan lembaga dwangsom di pengadilan ternyata masih menyimpan banyak masalah, antara lain: putusan hakim yang tidak relevan dengan aturan yang ada mengenai dwangsom; tidak jelasnya patokan dasar yang digunakan dalam menolak atau mengabulkan tuntutan tersebut; dan inkonsistensi putusan hakim yang satu dengan lainnya mengenai dwangsom. Timbulnya berbagai masalah tersebut tidak terlepas antara lain karena aturan formal dan pedoman teknis yang belum memadai serta masih langkanya literatur/ referensi yang membahas secara spesifik mengenai penerapan dwangsom itu sendiri. Kehadiran buku ini tidak terlepas dalam upaya mengatasi berbagai masalah tersebut. Dari buku ini, pembaca akan mendapatkan informasi yang detil dan praktis mengenai eksistensi dan urgensi lembaga dwangsom tersebut, hingga teknis dan prosedur penerapannya dalam praktik peradilan. Hal ini pun termasuk teknis dan prosedur eksekusinya terutama di Pengadilan Agama. [Drs. Cik Basir, S.H., M.H.I, Penerbit Deepublish, dwangsom, uang paksa, hukum, proses peradilan, praktik peradilan, prosedur eksekusi peradilan, Pengadilan Agama]

Sifat dan Prinsip Dwangsom Selanjutnya, dari ketentuan Pasal 606a dan 606b
RV tersebut serta beberapa rumusan pengertian yang diuraikan sebelumnya,
setidaknya ada tiga hal yang perlu dipahami yang merupakan sifat sekaligus ...