Sebanyak 3 item atau buku ditemukan

Ibadah Dzikir Sebagai Nutrisi Rohani Dalam Islam

Allah SWT berfirman, “Karena itu, ingatlah kamu kepada-Ku niscaya Aku ingat (pula) kepadamu, dan bersyukurlah kepada-Ku, dan janganlah kamu mengingkari (nikmat)-Ku.” (Qs. al-Baqarah [2]: 152) Dzikir adalah tali koneksi antara Allah dengan seorang hamba. Orang yang mengingat Allah, maka Allah akan mengingatnya. Dan yang melupakan Allah, maka Allah juga akan melupakan dan membiarkannya larut, hanyut dan tenggelam dalam kealfaan yang panjang. Larut dalam gulita hati dan kekeruhan rohani. Hanyut dalam kekerasan hati dan ketulian kalbu. Kita perlu mengingat Allah, karena kita memang membutuhkannya. Sementara Allah tak perlu kita mengingat-Nya, namun kitalah yang menghajatkan Dzat-Nya. Mengingat Allah adalah refleksi syukur kita, sedangkan melupakan-Nya adalah ungkapan nyata kekufuran (lihat Qs. Âli ‘Imrân [3]: 135). Setiap manusia pasti pernah alfa dan lalai. Namun sebaik-baik manusia yang berlaku salah adalah yang segera kembali ke akar penciptaannya, akar fitrah yang melekat pada dirinya. Ia akan segera berdzikir dan ingat kepada Allah, memohoan ampunan-Nya, mengemis welas asih-Nya, meratapi dosa-dosanya di hadapan kasih sayang-Nya. Karena ia sadar hanya Allah yang Maha Lapang rahmat-Nya, Maha Kasih, dan Maha Luas rahmat daripada murka-Nya (Qs. Âli ‘Imrân [3]: 191). Orang-orang yang berakal akan senantiasa mengingat Allah, merapat ke hadirat-Nya, merindukan-Nya, dan masyuk bersama-Nya. Ia akan senantiasa ingat dan dzikir kepada Allah dalam segala kondisi, hal, dan waktu.

Dalam. Islam. Allah SWT berfirman, “Karena itu, ingatlah kamu kepada-Ku
niscaya Aku ingat (pula) kepadamu, dan bersyukurlah kepada-Ku, dan
janganlah kamu mengingkari (nikmat)-Ku.” (Qs. al-Baqarah [2]: 152) Dzikir
adalah tali koneksi antara Allah dengan seorang hamba. Orang yang mengingat
Allah, maka Allah akan mengingatnya. Dan yang melupakan Allah, maka Allah
juga akan melupakan dan membiarkannya larut, hanyut dan tenggelam dalam
kealfaan yang panjang.

Psikoterapi Islami Untuk Kesehatan Mental & Spiritual

Psikoterapi (psychotherapy) adalah pengobatan alam pikiran, atau lebih tepatnya, pengobatan dan perawatan gangguan psikis melalui metode psikologis. Istilah ini mencakup berbagai teknik yang bertujuan untuk membantu individu dalam mengatasi gangguan emosionalnya. Dengan cara memodifikasi perilaku, pikiran, dan emosi, sehingga individu tersebut mampu mengembangkan dirinya dalam mengatasi masalah psikis. Dalam ajaran Islam, selain psikoterapi duniawi, juga terdapat psikoterapi ukhrawi. Psikoterapi ini merupakan petunjuk (hidayah) dan anugerah (‘athâ`) dari Allah SWT, yang berisikan kerangka ideologis dan teologis dari segala psikoterapi. Sementara psikoterapi duniawi merupakan hasil ijtihâd (upaya) manusia, berupa teknik-teknik pengobatan kejiwaan yang didasarkan kaidah-kaidah insaniah. Kedua model psikoterapi ini sama pentingnya, ibarat dua sisi mata uang yang saling terkait. Pendekatan pencarian psikoterapi Islam, didasarkan atas kerangka psiko-teo-antropo-sentris. Yaitu psikologi yang didasarkan pada kemahakuasaan Tuhan dan upaya manusia. Kemahakuasaan Tuhan tergambar dalam firman Allah surah asy-Syu’arâ` ayat 78-80, ”(Yaitu Tuhan) yang telah menciptakan aku, maka Dialah yang menunjukiku, dan Tuhanku, Yang Dia memberi makan dan minum kepadaku, dan apabila aku sakit, Dialah yang menyembuhkan aku.” Juga telah Rasulullah SAW tandaskan dalam sabdanya, ”Allah tidak menurunkan suatu penyakit, kecuali penyakit itu telah ada obatnya.” (HR. al-Bukhari dari Abu Hurairah) Al-Qur`an merupakan sarana terapi utama. Sebab di dalamnya memuat resep-resep mujarab yang dapat menyembuhkan penyakit jiwa manusia. Tingkat kemujarabannya sangat tergantung seberapa jauh tingkat sugesti keimanan pasien. Sugesti itu dapat diraih dengan mendengar dan membaca, memahami dan merenungkan, serta melaksanakan isi kandungannya. Masing-masing tahapan perlakuan terhadap al-Qur`an dapat mengantarkan pasien ke alam yang dapat menenangkan dan menyejukkan jiwanya. Allah berfirman, Dan kami turunkan dari al-Qur`an suatu yang menjadi penawar dan rahmat bagi orang-orang yang beriman.” (Qs. al-Isrâ` [17]: 82)

Psikoterapi (psychotherapy) adalah pengobatan alam pikiran, atau lebih tepatnya, pengobatan dan perawatan gangguan psikis melalui metode psikologis.

Meredakan Emosi Amarah Dalam Pandangan Islam

Alkisah dalam sebuah peperangan, Ali ibn Abu Thalib RA sukses mengalahkan lawannya. Ia berhasil memukul pedang sang lawan hingga terlempar, dan menjungkalkan tubuh lawannya itu hingga tak berkutik di tanah. Lalu, Ali menghunuskan ujung pedangnya di leher sang lawan, menunggu untuk menusukkannya. Namun tiba-tiba, lawan yang tergeletak itu meludahi wajah Ali. Ali sangat kaget, seraya lekas mengusap lelehan air ludah lawannya itu dari wajahnya. Ali terdiam sesaat, kemudian menarik pedangnya dan beranjak pergi meninggalkan lawan yang masih terlentang di atas tanah. Seseorang lalu bertanya heran mengapa Ali malah pergi dan bukan membunuh musuh yang sudah menyerah kemudian meludahinya. Ali menjawab, “Aku diludahi, maka timbul amarah dan benci dalam hatiku kepadanya. Karena itu aku meninggalkannya.” Ia melanjutkan, “Betapa marahnya Tuhan kepadaku jika aku membunuhnya karena amarah dan kebencian.” Sebuah tindakan yang sungguh sulit dimengerti. Ketika musuh sudah tidak berkutik, kemudian menghina dengan meludahi muka, malah diampuni. Alasan Ali sederhana: jihad fî sabîlillâh yang dilakukannya akan ternoda jika membunuh atas dasar nafsu pribadi. Mengubur nafsu amarah atau ingin membalas dendam, butuh perjuangan berat. Karena banyak fakta memperlihatkan, nafsu membunuh dan mengumbar dendam tak dapat terelakkan. Apalagi ketika emosi sudah mencapai ubun-ubun, ditambah jika ada kesempatan atau pihak yang memprovokasi. Ketika marah, orang yang berhati lembut bisa lekas berubah sangar. Yang pengasih pun bisa beralih menjadi brutal. Begitulah. Manusia memang gudangnya khilaf dan dosa. Mata sempurna, tapi penglihatan tertutup. Kemarahan, kalau tidak dikelola dengan hati-hati, cenderung akan membuat kita kebablasan. Karena itu, kemarahan sangat tak patut untuk diumbar. Bolehlah kita marah tapi hanya sewajarnya.

Alkisah dalam sebuah peperangan, Ali ibn Abu Thalib RA sukses mengalahkan lawannya.