Penerjemahan dan penerbitan kembali buku Pengantar Hukum Pidana Belanda, yang disusun oleh alm. Prof. J. Remmelink, dilakukan dalam semangat mendorong perubahan dan pengembangan ilmu hukum pidana Indonesia. Sebagaimana dengan tepat diamati beberapa tahun silam dan diwujudkan dalam program kerjasama hukum pidana Indonesia-Belanda persinggungan antara Indonesia dan Belanda dalam pengembangan pemikiran di bidang kajian hukum pidana dapat dirangkum dalam istilah: same roots, different developments. Sejumlah besar teori atau ajaran masih sama dan serupa, namun pemahaman dan perkembangan hukum pidana Indonesia pasca kemerdekaan, sudah jauh berbeda. Dalam edisi baru ini apa yang dahulu oleh penulis asli dicoret (alm. Prof. Jan Remmelink) dan tidak diterjemahkan sekarang ini justru ditambahkan. Dalam edisi pertama (2003) yang dirangkumkan dalam satu buku masih ada ikthiar mencari padanan perkembangan ilmu hukum pidana Belanda (sampai dengan akhir tahun 90-an) dengan perkembangan yang sama di Indonesia (berdasarkan WvS.). Hal ini muncul dalam judul yang diberikan. Namun dalam edisi terjemahan baru ini upaya itu tidak lagi dipandang perlu. Apa yang disampaikan penulis (alm. Prof. Jan Remmelink) adalah sepenuhnya dasar-dasar dan perkembangan hukum pidana di Belanda dengan perujukan pada yurisprudensi (putusan-putusan Hoge Raad dan pengadilan rendahan di Belanda) dan pemikiran-pemikiran terbaru (yang disarikan dari disertasi doktoral yang ditulis promovendus di universitas-universitas terkemuka Belanda). Itu pula sebabnya buku terjemahan ini karena penambahan halaman dan kemudahan membaca terpaksa dipotong menjadi tiga seri (buku pertama: bab 1-2 tentang prolegomena dan uraian tentang teori-ajaran dasar; buku kedua: bab 3 tentang Penuntutan dan buku ketiga atau terakhir memuat bab 4 (hukum penitensier) dan bab 5 (teori-teori hukum pidana).
Penerjemahan dan penerbitan kembali buku Pengantar Hukum Pidana Belanda, yang disusun oleh alm. Prof. J. Remmelink, dilakukan dalam semangat mendorong perubahan dan pengembangan ilmu hukum pidana Indonesia.
Dalam rentang sejarah penegakan hukum di Indonesia, khususnya hukum pidana, ada demikian banyak kasus yang menyita perhatian publik sekaligus menghabiskan energi bangsa ini. Sebut saja kasus Texmaco, Dipasena, dan Asian Agri, perusahaan-perusahaan raksasa yang terjerat pelanggaran pidana kelas kakap dan akhirnya harus bertempur selama bertahun-tahun di pengadilan. Mereka yang terlibat dalam kasus tersebut harus mempertang-gungjawabkan perbuatan mereka dengan mendekam di balik teralis besi penjara. tetapi, rentetan proses hukum tersebut juga menimbulkan pertanyaan baru: apakah keadilan sudah tercapai dengan dihukumnya para terdakwa? Bagaimana dengan kerugian nonhukum seperti aset yang terbengkalai menjadi besi tua, ribuan karyawan yang di-PHK dan harus berjuang mempertahankan hidup mereka, kerugian negara yang justru tak bisa kembali? Apakah efek tersebut tidak masuk dalam keadilan yang dituju oleh hukum pidana? Buku persembahan penerbit PrenadaMedia
Negara yang menganut paham kesejahteraan bangsa (welfare state) memiliki
konsekuensi bahwa pendekatan analisis ekonomi mikro sangat memengaruhi
pembangunan politik hukum yang menuju arah menciptakan pertumbuhan
perekonomian di mana hukum dijadikan landasan berpijak sekaligus mengawal
secara ketat perjalanan arah dimaksud. Pendekatan analisis ekonomi mikro
tentang hukum di dalam suatu negara yang menganut paham liberalisme sangat
diperlukan ...
Padahal Hukum itu bermaksud melindungi djiwa orang, kemerde- kaannja dan
harta bendanja. Maka dari itu sikap Negara ... Persoalan ini sudah lama
dipikirkan ahli2 filsafat dan mengakibaUkan bermatjam-matjam teori. Dizaman
kuno ...