Buku ini berupaya merekonstruksi perjalanan historis al-Quran yang diharapkan dapat bertahan terhadap kritik sejarah sekaligus bisa berhadapan dengan berbagai prasangka “ilmiah” Barat. Masalah-masalah utama dalam pewahyuan al-Quran serta pengumpulan dan stabilisasi teksnya menjadi fokus kajian dalam buku ini. Dengan demikian, obyek studi ini mencakup keseluruhan etape perjalanan kesejarahan al-Quran, dan hasilnya diharapkan memberikan kontribusi signifikan di bidang sejarah kitab suci kaum Muslim. Sesuai dengan tujuan utamanya, penulis buku ini berpegang ketat pada pendekatan sejarah. Namun, karena beberapa aspek dari sejarah melibatkan intensitas pemahaman keagamaan, maka interpretasi yang dilakukan tidak bersifat historis semata, melainkan juga bersifat islami. Data kesejarahan tidak diperlakukan sebagai sekadar data mati untuk dianalisis, tetapi sebagai sesuatu yang memiliki implikasi religius bagi masa depan kaum Muslim dan kitab sucinya. Karena itu, buku ini juga bersifat preskriptif dan diharapkan bisa menyumbangkan perspektif-perspektif baru dan segar dalam studi-studi al-Quran.
Nama alternatif lain yang digunakan untuk al-Quran, menurut mayoritas sarjana
Muslim, adalah furqan (QU: *). Para mufassir Muslim berupaya mengaitkan
istilah ini dengan kata kerja faraga, “diskriminasi, memisahkan, membedakan,”
dan menjelaskannya memiliki makna teologis “pembeda antara yang hak dan
batil.” Namun, makna semacam ini barangkali tidak dapat ditemukan dalam
penggunaan kata furqan oleh al-Quran. Dalam sejumlah konteks di mana kata
furqan dikaitkan ...