Sebanyak 124 item atau buku ditemukan

Konsepku Membangun Bangso Batak

Manusia, Agama, dan Budaya

Patut dicatat memang, sejak sekitar tahun 1980-an khususnya HKBP, prestasinya dalam penginjilan tidak lagi bersinar. Mereka seakan melemah dalam penginjilannya, karena berbagai alasan, antara lain: a. Kepemimpinan yang rapuh. b. Kebersamaan yang tidak utuh. c. Fokus pelayanan tidak merata dan gamang. d. Daya kreasi dalam metode serta sistem pelayanan yang monoton ketinggalan dibandingkan dengan sistem yang dipergunakan denominasi lainnya. e. Tantangan masa dan zaman dalam globalisasi yang tidak dijawab secara tepat dan benar. f. Layanan para pendeta dan pimpinan gereja ada yang kurang berkenan bagi warga sendiri. g. Warga mempunyai pilihan secara bebas tentang gereja dan kebaktian di mana mereka ikut berbaur dan menyatu. Momentum peringatan 150 tahun HKBP tahun 2011, kiranya menjadi salah satu momen khusus bagi HKBP secara menyeluruh, pengurus dan warganya, untuk kembali merenung serta mengkaji berbagai hal yang dinikmati masa lalu dan dipergumulkan selama ini. (Ev. John B.Pasaribu Ph.D) . Pelayanan sosial Elim HKBP sifatnya adalah humanis universal. Artinya membantu manusia untuk tetap hidup sebagai manusia yang bermartabat. Sebagai manusia yang diciptakan Tuhan untuk turut hidup meramaikan dunia ini. Sebagai lembaga yang didirikan oleh satu gereja berbasis etnis Batak, tentunya landasan kulturalnya sangat kuat, yakni budaya Batak. Di dalam kebudayaan Batak pada umumnya ada filosofi yang kuat untuk saling membantu sesama mereka. Salah satu filosofi itu ialah saling membantu, saling gotong royong. Ungkapan yang kuat milik orang Batak, terutama Toba ialah si sada anak, si sada boru. Si sada lungun si sada las ni roha. Artinya kepemilikan kolektif.

Turunan dari marga Marbun yakni lumban Batu yang hingga sekarang sudah 13
generasi; lumban Gaol (13 generasi); 2. Boru bius5 yakni Nainggolan dan
Pandiangan (13 generasi); 3. Turunan Siraja Oloan yakni marga Sinambela,
Sihite, ...

Metodologi Kajian Tradisi Lisan (Edisi Revisi)

Tradisi lisan diartikan sebagai segala wacana yang diucapkan, meliputi yang lisan dan beraksara atau dikatakan juga sebagai sitem wacana yang bukan aksara. Konsep yang dihasilkan salah satu perumusan persidangan para lokakarya tersebut di atas tidak dimaksudkan untuk membatasi keluasaan aspek yang terkandung di dalamnya. Dalam melakukan kajian mengenai tradisi lisan atau mengenai apa yang sudah didengar dan ditontonnya, seorang peneliti akan menghadapi berbagai kendala metodologis.

Tradisi lisan diartikan sebagai segala wacana yang diucapkan, meliputi yang lisan dan beraksara atau dikatakan juga sebagai sitem wacana yang bukan aksara.

Metodologi Penelitian Kebidanan

Panduan Penulisan Protokol dan Laporan Hasil Penelitian

Buku Metodologi Penelitian Kebidanan terdiri atas 2 bagian yaitu Bagian I tentang Topik-topik yang Mendasari Penelitian dan Bagian II tentang Panduan Penulisan Protokol dan Laporan Hasil Penelitian. Bagian I berisi 10 bab yaitu Ilmu Pengetahuan dan Metodologi Penelitian, Perkembangan Kebidanan dan Kebutuhan Penelitian, Metode Penelitian Kualitatif dan Kuantitatif Kebidanan, Benang Merah dalam Protokol dan Laporan Hasil Penelitian, Jenis-jenis Desain Penelitian, Populasi dan Sampel, Pengumpulan Data, Pengolahan dan Analisa Data, Penilaian Hasil Penelitian, dan Inferensi Penyebab Masalah. Bagian II berisi panduan penulisan protocol dan laporan hasil penelitian untuk D-3 Kebidanan, Skripsi untuk D-4 Kebidanan atau S-1 Kesmas dengan Peminatan Kebidanan dan Karya Ilmiah Magister untuk S-2 Kesmas Peminatan Kespro atau S-2 Kebidanan.

Buku Metodologi Penelitian Kebidanan terdiri atas 2 bagian yaitu Bagian I tentang Topik-topik yang Mendasari Penelitian dan Bagian II tentang Panduan Penulisan Protokol dan Laporan Hasil Penelitian.